Rabu, 09 November 2011

Demokrasi Partisipatoris vs Demokrasi Representatif (part 2)

Peristiwa pembangunan demokrasi di Venezuela yang mengikuti proses demokrasi kuba pasca keruntuhan soviet mulai menggemparkan kaum prodem di seluruh dunia, belum lagi ketika secara bertahap namun pasti beberapa Negara amerika latin lain ikut membangun demokrasi dengan metode yang hamper sama dan keberanian politik yang layak diperhitungkan. Metode ini membalik semua proses demokrasi yang ada dan secara bertahap mengembalikannya ke tangan rakyat, meskipun kita ketahui bahwa belum sepenuhnya. Lalu apakah perbedaannya dengan demokrasi yang ada di sebagian besar Negara-negara di dunia? Inilah pertanyaan yang paling krusial bagi demokrasi yang mereka jalankan.
Demokrasi yang sedang di beberapa Negara di amerika latin ini di sebut sebagai Demokrasi Partisipatoris. Demokrasi model ini menjadikan demokrasi yang sebelumnya hanya menjadi ritual kenegaraan menjadi sistem yang nyata di tengah-tengah massa. System demokrasi ini memungkinkan massa memberikan aspirasinya secara langsung, merubah elitism parlemen menjadi proses partisipatoris dikalangan base massa terendah, memungkinkan massa mengorganisir dirinya sendiri dan merencanakan programnya sendiri untuk mereka. Dalam proses ini juga consensus rakyat merupakan hal yang paling utama sehingga referendum dipastikan dapat dilakukan kapan saja (tentunya dengan syarat). System demokrasi partisipatoris ini juga mensyaratkan terorganisirnya rakyat di setiap level dan pendidikan politik dilakukan secara simultan di dalamnya, system ini kemudian menjadikan demokrasi sebagai system social yang muncul secara integral dalam masyarakat hingga kemudian rakyat dapt menyadari bahwa kekuasaan ada di tangan mereka.
Metode ini mulai dilakukan di amerika latin oleh kuba ketika hubungan kuba dengan uni soviet kian memburuk sampai kemudian klimaksnya terjadi pada keruntuhan uni soviet di akhir 80 an, embargo ekonomi dan sabotase-sabotase ekonomi-politik yang dilakukan amerika serikat memaksa masyarakat kuba untuk menorganisir dirinya sendiri dalam kelompok-kelompok masyarakat untuk menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Negara ini. Dewan-dewan rakyat yang sebelumnya tidak aktif dibawah pemerintahan castro yang pro soviet mulai diaktifkan oleh Negara dengan tuntutan paling mendasar menyelamatkan kesejahteraan dasar rakyat yaitu produksi pangan. Melalui dewan-dewan rakyat ini, rakyat mulai menggarap lahan-lahan kritis di seluruh kuba dengan tuntutan yang sederhana pula jika lahan kritis tidak dapat diperdayakan maka kebutuhan pangan rakyat tak akan terselesaikan. Dengan cepat kesadaran ini menyebar di seluruh rakyat, berbagai macam eksperimen pertanian dilakukan dengan teknologi tradisional hingga akhirnya lahan-lahan kritis tersebut dapat diberdayakan untuk pertanian kuba, produksi komoditas pertanian pun semakin membaik. Embargo bahan bakar juga memaksa masyarakat kuba mengkolektifkan kepemilikan atas kendaraan bermotor dan mempelajari otomotif secara otodidak.
Ketika kuba memulai hubungan dagang dengan perancis, dewan-dewan rakyat pun menuntut untuk jaminan kesejahteraan mendasar yaitu pendidikan dan kesehatan. Konsentrasi pada kedua tuntutan ini menjadikan kuba sebagai Negara dunia ketiga pertama yang bebas dari buta huruf dan memiliki supply tenaga kerja kesehatan yang berlimpah karena pendidikan kesehatan tidak dikenakan biaya apapun sehingga dapat memaksimalkan jumlah pekerja kesehatan di negeri ini. Ketika kuba mulai menalankan system perdagangan (perdagangan kuba di dalam negeri adalah industry jasa pariwisata) dan monoter pun, dual economic system diterapkan, dua mata uang berlaku di negeri ini yaitu peso dan dollar. Peso kuba bagi rayat hanya seperti kupon dibandingkan uang. Namun dalam hal ini proses demokrasi partisipatoris di kuba tetap tidak dapat dilihat seara jelas kecuali proses elektoralnya yang memakan waktu dua setengah tahun.
Proses demokrasi partisipatoris yang dapat dipantau lebih jelas adalah proses demokrasi di Venezuela. Proses ini mirip dengan proses yang terjadi di kuba namun lebih terbuka. Demokrasi partisipatoris di Venezuela menggunakan dewan komunal sebagai tenaga pokoknya dalam agenda revolusi bolvarian mereka. Dewan-dewan komunal ini dibentuk di berbagai level massa untuk memutuskan kebutuhan mendasarnya melalui program-program kerakyatan yang mereka usulkan ke pemerintah, konstitusi Negara ini dirubah menjadi konstitusi yang lebih kerakyatan.
Proses electoral di Negara ini berlangsung seperti halnya proses electoral di negar-negara lain pada umumnya, oposisi pun dijamin keberadaannya. Namun, proses electoral venezuela memiliki perbedaan mendasar yaitu seluruh pemilih menyadari betul pentingnya member suara pada proses electoral. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ya. Hal ini disebabkan oleh pengorganisiran lingkaran Bolivarian di barrios-barrios (desa) yang memungkinkan diskusi politik terjadi di seluruh tingkatan massa, konstitusi juga dibagikan di seluruh level massa, diskusi-diskusi mengenai konstitusi terjadi di setiap tempat, warung-warung keil dan pinggiran jalan-jalan di Venezuela. Tingkat golput pun menurun secara signifikan dari 65% sebelum Chavez berkuasa menjadi hanya 35% secara bertahap. Proses referendum kembali diaktifkan dan di informasikan kepada massa. Bahkan, aksi tanda tangan bisa menjadi pencabutan mandate rakyat terhadap pemerintahan yang berkuasa dan ini bisa dilakukan kapan saja jika pemerintah melakukan penyelewengan kekuasaan. Proses demokrasi ini memobilisasi seluruh rakyat untuk terlibat aktif didalamnya.
Efektifnya proses demokrasi partisipatoris in dalam menggalang kesadaran rakyat telah dibuktikan oleh rakyat Venezuela dan pemerintahan Chavez. Peristiwa kudeta di tahun 2002 ditanggulangi dengan mobilisasi rakyat dari kampong-kampung miskin dan desa-desa mengembalikan kekuasaan pada pemerintahan Chavez, sabotase ekonomi dari para kapitalis dijawab oleh rakyat pekerja dengan okupasi terhadap pabrik-pabrik yang ditinggalkan, program-program kerakyatan direncanakan, dioperasionalisasikan dan di awasi langsung oleh rakyat melalui dewan komunal.
Melihat proses ini, pertanyaan yang mendasar bagi kita adalah bagaimana dengan Indonesia? Jika dibandingkan dengan Indonesia, proses demokrasi Venezuela jelas sangat berbeda bahkan saling bertolak belakang. Indonesia, sebagaimana Negara-negara ‘demokratis’ pada umumnya meletakkan demokrasi pada pengertian ritual pemilu dan elitism parlemen, partisipasi politik rakyat hanya terjadi pada masa pemilu, tingkat golput semakin meningkat, rakyat buta politik, terlebih lagi proses referendum jangan harap proses ini dikenal oleh rakyat Indonesia. Seluruh proses yang terjadi di Venezuela merupakan hal yang asing bagi rakyat Indonesia bahkan tidak terpikirkan.
Jika kita mengambil contoh di Venezuela dan kuba, kita dapat menemukan bahwa terdapat sebuah proses ekonomi politik yang memaksa rakyat merubah paradigmanya terhadap demokrasi yang sudah diterapkan. Perubahan structural ekonomi politik merupakan factor utamanya, perubahan inilah yang mendorong perubahan kesadaran secara massal di tingkatan massa. Bisa kita ambil contoh embargo ekonomi terhadap kuba dan sabotase ekonomi di Venezuela, proses politik seperti percobaan pembunuhan terhadap castro dan kudeta atas pemerintahan chavez juga mendorong kesadaran rakyat untuk berperan serta dalam politik. Hal lain yang menggerakkannya juga dapat kita ambil dari perubahan struktur politik di kuba dan lingkaran Bolivarian di Venezuela yang. Kita bisa membagi kedua factor tersebut sebagai momentum dan kepemimpinan politik. Kedua factor inilah yang membuat demokrasi partisipatoris jadi memungkinkan untuk di terapkan. Demokrasi partisipatoris membutuhkan kesadaran partisipasi aktif dari rakyat dan alat atau wadah partisipatorisnya.
Pertanyaan bahwa apakah terdapat kemungkinan diterapkannya demokrasi partisipatoris di Indonesia, jawabannya adalah ada kemungkinannya. Meskipun tidak menemukan momentum seradikal kuba, dalam beberapa tahap keadaan di Indonesia hamper serupa dengan Venezuela dan engara dunia ketiga lainnya. Pembentukan demokrasi partisipatoris di Venezuela pun tidak dilakukan secara parsial dari rangkaian gerak ekonomi politik Venezuela, begitupun juga kemungkinan yang ada di Indonesia. Demokrasi partisipatoris sebagai ide untuk mengembalikan kekuasaan ke tangan rakyat merupakan hal yang mutlak harus dilakukan oleh kaum prodemokrasi dan kaum progresif lainnya di Indonesia dengan meluaskan pembangunan organisasi-organisasi rakyat.
Demokrasi sebagai sebuah system social harus dibentuk dari system social itu sendiri melalui pengorganisiran di tingkatan rakyat dan mengenalkan proses demokrasi ini dalam bentuk tindakan keseharian dalam pengorganisiran. Membangun kesadaran rakyat melalui proses demokratis dan menjadikan demokrasi sebagai nilai social di tingkatan rakyat.

Kita tidaklah sedang menciptakan sebuah Transformasi sosial, rakyat lah yang melakukan Transformasi social, yang kita lakukan adalah mendorong kesadaran rakyat menuju Transformasi sosial dan mempersiapkan momentum itu. (Sendja Merah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar